Senin, 26 Oktober 2020

Roman Korona

Kabar tersiar dari negeri jauh
mayat bergelimpangan memenuhi jalanan
karena kuburan mati sudah

sebagian menderu-menderu ketakutan
di negeriku menuduh khayalan sejenak
mencari proyek
menghancurkan kekuasaan

yang mati tetap
katanya hanya distempel covid 19 korona saja
padahal jantungan bawaan warisan
memang benar ekonomi morat-marit
bantuan lancar dibayar

anak didik tetap menimba ilmu di rumah-rumah, di layar laptop
sebahagian di layar hp
ada yang dimesjid-mesjid
ada yang berkumpul di rumah sodara

korona kau datang dan pulang
menyisakan cerita hitam dan putih
kehidupan
biarkan kami memberi kesan
sebelum protokol kesehatan
mencuci tangan dan memakai masker
bersama ketakutan miskin apa mati duluan
terpaksa
Ingatlah tuhan
DIA



Selanjutnya...

Minggu, 25 Oktober 2020

Politik Genjer


Dahulu genjer dibuang-buang orang kadang disemprot dengan racun, diinjak-injak, dicabut dan lain-lainya agar tidak menjadi gulma pengganggu tanaman padi, tapi sekarang genjer malah ditanam, bahkan banyak lahan sawah, Dialihgunakan untuk menanam sayuran genjer.

Genjer dijadikan salah satu komoditas sayuran, setara dengan sayuran lain. Sungguh unik. Dahulu yang dianggap rumputan tidak berguna menjadi sesuatu yang berharga sekali.

Tapi apa jadinya jika sayuran yang satu ini dikaitkan dengan politik, apakah akan tetap nikmat disantap, seperti genjer tumis? Genjer adalah makanan rakyat miskin. Akan tetapi politik tidak boleh mengaitkan genjer dan rakyat miskin tidak bersalah sama sekali.

Maka sekali lagi waspadalah dengan politik sekarang, kita tidak tahu lagi apakah politik masih memihak rakyat kecil atau hanya untuk memuaskan secara halus kekuasaan.

Apakah tidak menyesakkan lagu genjer-genjer dikaitkan dengan politik kelam pemberontakan G30S/PKI? Sungguh tidak ada peripersayuran, demi politik genjer dibawa-bawa.

Atau salahkan penulis lagu Genjer-Genjer yang dengan setulus perenungan hati menuangkan isi perjuangan melawan pendudukan Jepang di Indonesia, yang membuat rakyat kelaparan, disimbolkan dengan genjer, karena genjer adalah "rumputan" yang mudah dicari dan diolah pada masa itu.

Tetapi politik busuk telah merubah tujuan dari maksud penulisan lagu itu, sehingga keluarga penulis lagu malah kena imbas dari lagu itu, oleh entah siapa.

Sekali lagi mari kita kembalikan ke kesucian politik, kita bersama memberantas isu-isu yang digunakan oleh politik busuk, menggembalikan genjer kepada asalnya yaitu sayuran milik rakyat jelata dan kita sejahterakan, bukan kita tindas dengan kampanye hitam sejarah kelam masa lalu. Tidak cukupkah kita belajar dari politik busuk masa lalu?

Terjemahan lagu Genjer-Genjer, dikutip dari kabarjoglosemar.pikiran-rakyat.com:

Genjer-genjer di petak sawah berhamparan
Genjer-genjer di petak sawah berhamparan
Ibu si bocah datang mencabuti genjer
Ibu si bocah datang mencabuti genjer
Dapat sebakul dia berpaling begitu saja tanpa melihat
Genjer-genjer sekarang sudah dibawa pulang

Genjer-genjer pagi-pagi dijual ke pasar
Genjer-genjer pagi-pagi dijual ke pasar
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ibu si gadis membeli genjer sambil membawa wadah-anyaman-bambu
Genjer-genjer sekarang akan dimasak

Genjer-genjer masuk periuk air mendidih
Genjer-genjer masuk periuk air mendidih
Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Nasi sepiring sambal jeruk di dipan
Genjer-genjer dimakan bersama nasi
Selanjutnya...

Para Pengamen

di saat mobil berhenti

di persimpangan lampu merah

kalian lantunkan lagu

diiringi alat musik seadanya

 

di saat mobil menurunkan penumpang

di saat itu juga kalian sempatkan bernyanyi

lagi

 

di antara iringan mobil yang terjebak macet

lagi-lagi

kalian sempatkan juga bernyanyi

tetap bernyanyi

 

para pengamen

di manakah rumah kalian

karena sering aku temukan kalian di jalanan

tak perduli panas ataupun hujan

kalian terus bernyanyi

 

mungkin untuk sesuap nasi
Selanjutnya...

Penaku

penaku

ke mana engkau sayang

sekejab tadi ada di mejaku

sekarang hilang

 

siapakah yang meminjam

 

oh rupanya teman sebangku aku

yang memakainya

ya sudahlah

pena sahabatku


Selanjutnya...

Hilang

Tuhan....
Tulikah telinga ini, tak bisa mendengarMu

Tuhan...
Bisukah mulut ini
Tak bisa bercakap denganMu

Tuhan...
Matikah hati ini

Sehingga semua hilang dari hadapMu

....
Selanjutnya...