Rabu, 24 Juni 2015

Si Tolol, Si Bijak, dan Kendi

pixabay.com
Assalamu'alaikum sahabat Hadrial Aat, apa kabarnya, semoga makin sehat dan semangat berpuasa ya. Di bulan yang mulia ini saya mengucapkan lagi selamat menunaikan ibadah puasa, semoga amalannya diterima oleh Allah SWT.

Sahabat, pada kesempatan kali ini saya ingin berbagi kisah, mungkin bisa menemani ibadah puasa para sahabat sekalian atau juga ada hikmah yang bisa diresapi dari kisah berikut ini.

Seorang tolol merupakan panggilan bagi orang biasa, yang senantiasa salah menafsirkan apa yang terjadi atasnya, apa yang dikerjakannya, atau apa yang dilakukan orang lain. Ia melakukan semuanya itu begitu meyakinkan sehingga bagi dirinya dan orang-orang semacamnya segi kehidupan dan pemikiran yang luas tampak masuk akal dan benar.

Seorang tolol semacam itu pada suatu hari disuruh membawa kendi menemui seorang bijaksana untuk meminta anggur. Di tengah jalan, karena kecerobohannya Si Tolol itu membenturkan kendinya ke batu, dan pecah.

Ketika ia sampai dirumah orang bijaksana itu, ia memberikan pegangan kendinya, katanya, “Tuan Anu menyuruh saya memberikan kendi ini kepada Tuan, tetapi di tengah jalan ia dicuri batu.”

Karena terhibur dan ingin mendengar seluruh ceritanya, orang bijaksana itu bertanya.

“Karena kendi itu telah di curi, kenapa kau berikan kepadaku pegangannya?”

“Saya tidak setolol yang disangka orang,” kata Si Tolol itu, “oleh karena saya membawa pegangan kendi ini untuk membuktikan kebenaran ceritaku.”

Catatan:
Suatu pokok pembicaraan yang banyak beredar di kalangan guru darwis adalah bahwa kemanusiaan umumnya tidak bisa membedakan suatu kecenderungan tersembunyi di balik peristiwa-peristiwa, yang mestinya memungkinkannya memanfaatkannya sepenuh-penuhnya. Mereka yang mampu melihat kecenderungan itu disebut Sang Bijaksana, sementara orang kebanyakan disebut “tidur,” atau di panggil Si Tolol.

Kisah ini, yang dalam Bahasa Inggris dikutip oleh Kolonel Wilberforce Clarke (Diwan-i-Hafiz) merupakan salah satu contoh khas. Dengan menyerap ajaran itu lewat tokoh dan kisah yang dilebih-lebihkan, orang-orang tertentu mampu benar-benar “memekakan” diri untuk menangkap kecenderungan tersembunyi itu.

Kutipan ini berasal dari kumpulan kisah Sufi yang dikerjakan oleh Pir-i-do-Sara, “Yang mengenakan Jubah Bertambal” yang meninggal tahun 1790 dan dimakamkan di Mazar-i-Sharif, Turkestan.

Begitulah kisahnya para sahabat, apakah ada hikmah yang bisa diresapi? Semoga saja ada ya... Semangat ya dalam berpuasa dan belajar, menuntut ilmu, semoga puasanya sampai sore, menjelang berbuka jangan lupa do'akan saya ya...!!! Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Sumber: www.sufimuda.net

Tidak ada komentar: