Sabtu, 16 Maret 2013

Puasa Sang Presiden

Aku berpuasa di bawah terik mentari
Aku harus bekerja banting tulang untuk mencari sesuap nasi, memberi makan anak istri
Engkau yang mulia presidenku, aku tak tahu bentuk puasamu, walau aku dulu ikut memilihmu
Pastinya hanya Allah semata yang tahu kadar puasa seorang hamba, seperti kita

Tapi aku yakin wahai presiden
Engkau berpuasa di tengah rakyat miskin berjuta kepala
Yang menderita tinggal di rumah kumuh yang tak layak huni
Dikelilingi kasus-kasus korupsi yang bagai jejaring
Ditemani konspirasi pejabat negeri ini

Sayup kudengar hambalang dan century
Belum berakhir dicari siapa lagi yang harus masuk jeruji

Aku tahu engkau juga telah bekerja, membangun negara, menuntaskan kemiskinan, mencoba menghapus air mata rakyatmu
Rakyat Indonesia yang masih menderita

Tapi aku belum mendengar liputan media massa tentang engkau
Yang seperti Umar Bin Khatab, seorang khalifah sederhana
Berjalan dalam malam sunyi memeriksa ke rumah-rumah rakyatnya
Memanggul sendiri karung-karung gandum untuk dibagikan kepada keluarga miskin yang sempat menanak batu

Justru malah dari corong warta asing terukir foto anak lugu negeri ini yang harus meniti seling
Melewati jembatan miring, menuju telaga ilmu, mempertaruhkan nyawa
Agar jangan sampai menuju telaga jatuh ke sungai itu

Engkau masih terlalu percaya dengan pembantumu yang lusuh dalam bekerja
Hingga pekerjaan banyak di
borgol rantai kepentingan, sarat ironis

Presiden, aku yang memilihmu dulu, di antara sekian juta rakyat jelata ini
Oleh karena itu, dengan penuh hormat aku tuliskan isi hati ini
Aku ingin kau bergaya lebih baik lagi dengan gaya kepemimpinanmu yang baru

Tak perlu kau menyamai semulia Umar sang khalifah itu
Aku hanya mau engkau memimpin dengan kepemimpinan “gaya puasa”
Yang mulia, engkau juga rasakan betapa lapar dan dahaga saat puasa kan?


by Hadrial Aat

Tidak ada komentar: