Jumat, 26 Juni 2015

Anjing, Tongkat dan Sufi

pixabay.com
Assalamu'alaikum sahabat Hadrial Aat, apa kabarnya, semoga makin sehat dan semangat berpuasa ya. Di bulan yang mulia ini saya mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa, semoga amalannya diterima oleh Allah SWT. Sahabat, pada kesempatan kali ini saya ingin berbagi kisah, mungkin bisa menemani ibadah puasa para sahabat sekalian atau juga ada hikmah yang bisa diresapi dari kisah berikut ini.


Pada suatu hari seorang yang berpakaian sebagai Sufi berjalan-jalan; ia melihat seekor anjing di jalan; ia pun memukulnya dengan tongkat. Si Anjing, sambil melolong kesakitan, berlari menuju Abu Said, Sang Ulama. Anjing itupun menjatuhkan dirinya dekat kaki Sang Ulama sambil memegang moncongnya yang terluka; ia mohon keadilan karena telah diperlakukan secara kejam oleh sufi itu.

Abu Said mempertemukan keduanya. Kepada Sufi dikatakannya, “O Saudara yang seenaknya, kenapa kau perlakukan binatang dungu ini sekasar itu! Lihat akibat perbuatanmu!”

Sang Sufi menjawab,”itu sama sekali bukan salahku, tapi salahnya Saya tidak memukulnya tanpa alasan, saya memukulnya karena ia mengotori jubahku.”

Tetapi Si Anjing tetap menyampaikan keluhannya.

Kemudian Sang Bijaksana berbicara kepada Anjing, “Dari pada menunggu Ganti Rugi Akhirat, baiklah saya berikan ganti rugi bagi rasa sakitmu itu.”

Si Anjing berkata, “Sang Agung dan Bijaksana! Ketika saya melihat orang ini berpakaian sebagai Sufi, saya berfikir bahwa ia tak akan menyakiti saya. Seandainya saya melihat orang yang berpakaian biasa saja, tentunya akan saya berikan keleluasaan padanya untuk lewat. Kesalahan utama saya adalah menganggap bahwa pakaian orang suci itu menandakan keselamatan. Apabila Tuan ingin menghukumnya, rampaslah pakaian Sufinya itu. Campakkan dia dari pakaian Kaum Terpilih Pencari Kebenaran …”

Anjing itu sendiri berada suatu Tahap dalam Jalan. Sangat keliru kalau kita beranggapan bahwa manusia harus lebih baik darinya.

Catatan:
“Penciptaan keadaan” yang disini ditampilkan oleh jubah Sufi sering disalahtafsirkan oleh kaum kebatinan dan keagamaan apa saja sebagai sesuatu yang berhubungan dengan pengalaman dari kegunaan nyata.

Kisah ini, dari buku Attar Ilahi-Nama, sering diulang-ulang oleh para Sufi “Jalan Salah,” dan dianggap ciptaan Hamdun Si Pemutih Kain, pada abad kesembilan.

Begitulah kisahnya para sahabat, apakah ada hikmah yang bisa diresapi? Semoga saja ada ya... Semangat ya dalam berpuasa dan belajar, menuntut ilmu, semoga puasanya sampai sore, menjelang berbuka jangan lupa do'akan saya ya he he he. Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Sumber: www.sufimuda.net

Tidak ada komentar: